Kembalilah ke Tanah Air!


Teka-Teki Pertemuan Perdana Obama dan Bush
November 11, 2008, 12:20 pm
Filed under: Politik

Presiden terpilih AS, Barack Obama, dan istrinya, Michelle, disambut oleh Presiden George W. Bush dan Ibu Negara Laura Bush di Gedung Putih, hari Senin. Obama dan Bush berjabat tangan, sementara istri mereka berpelukan, sebelum mereka berfoto di luar gedung eksekutif itu.

Bush kemudian membawa Obama ke Ruang Oval untuk pembicaraan pribadi yang mungkin mencakup masalah ekonomi yang gonjang-ganjing, perang Irak dan Afghanistan serta ancaman teroris. Dalam acara tersebut, Bush untuk pertama kalinya menemui Obama sejak ia terpilih sebagai presiden mendatang AS. Kunjungan presiden terpilih AS ke Gedung Puting sebelum pelantikan resmi merupakan tradisi di negeri Paman Sam. Akan tetapi tradisi tersebut dilakukan lebih cepat dari biasanya. Kunjungan Obama ke Gedung Putih itu dilakukan setelah Obama pekan lalu dipastikan sebagai presiden mendatang AS. Menanggapi dipercepatnya tradisi kunjungan presiden terpilih AS ke Gedung Putih, para pakar politik menyebut krisis saat ini sebagai alasannya.

 

Meski detail perundingan antara Bush dan Obama di Gedung Putih, Senin malam, tidak dipublikasikan, tapi Juru Bicara Gedung Putih menyatakan bahwa kedua pihak membahas berbagai masalah dalam negeri dan luar negeri. Sebagian besar media massa memprediksikan bahwa krisis keuangan global, perang Irak dan Afghanistan adalah topik-topik yang dibahas dalam perundingan antara presiden saat ini dan mendatang AS.

 

70 hari lagi, Obama akan memasuki Gedung Putih dan secara resmi mengendalikan pemerintah negeri Paman Sam. Bush pun akan menyerahkan kendalinya secara penuh kepada presiden terpilih AS. Kondisi saat ini di AS menuntut transisi kekuasaan harus dilakukan dengan cepat. Obama akan menghadapi berbagai problema sebenarnya setelah secara resmi menjabat sebagai presiden AS. Dalam 80 tahun terakhir ini, tidak ada presiden yang mempunyai tantangan sebesar Obama dalam mengendalikan pemerintahan negeri ini.

 

Saat ini, AS dihadapkan pada defisit anggaran, pengangguran, dan kebangkrutan. Krisis keuangan di Wall Street telah menghantarkan tingkat defisit anggaran pemerintah federal AS dan defisit neraca perdagangan hingga 1,7 trilyun dolar AS. Lebih dari itu, tingkat hutang negara melampui 11 trilyun dolar AS.

 

Selain problema dalam negeri, AS juga dihadapkan pada dampak kekeliruan kebijakan luar negeri Washington. Perang Irak dan Afghanistan telah menyedot biaya yang sangat besar. Kedua perang tersebut terjadi di masa kepresidenan George W. Bush. Kini, Presiden Bush ingin menjadikan Obama sebagai penerus kebijakannya. Obama berulangkali menyatakan penentangannya atas perang Irak. 70 hari lagi, Obama akan menjadi panglima tertinggi negeri Paman Sam. Saat itu, ia terpaksa akan mengendalikan perang di Irak dan Afghanistan. Masalah-masalah inilah yang membuat pertemuan antara Obama dan Bush menjadi topik utama media-media massa.



Perundingan Uni Eropa dan Rusia; Konklusi Nilai Tawar Imbang
November 11, 2008, 12:09 pm
Filed under: Politik

Usulan Komisi Eropa soal pelaksanaan perundingan dengan Rusia disepakati di sidang para menteri luar negeri Uni Eropa. Perundingan tersebut akan digelar dengan tujuan membahas penandatanganan kesepakatan kerjasama strategis antara Rusia dan Uni Eropa. Moskow sendiri menyambut baik perundingan tersebut.

 

Kesepakatan kerjasama sebelumnya antara Rusia dan Eropa telah berakhir pada bulan Desember 2007. Penandatanganan kesepakatan kerjasama baru kedua pihak dipermasalahkan sejumlah negara Eropa menyusul perselisihan politik dan ekonomi antara Moskow dan Uni Eropa dan langkah militer yang dilakukan Rusia di Georgia. Terlebih, Polandia dan Lithuania yang keduanya adalah dua negara anggota Uni Eropa menuding Rusia tidak berkomitmen dengan kesepakatan gencatan senjata usulan Uni Eropa mengenai perang Georgia. Untuk itu, kedua negara tersebut menentang perundingan dengan Rusia.

 

Namun setelah sejumlah pejabat Uni Eropa melobi Polandia, negara ini menganulir penentangannya atas perundingan antara Rusia dan Uni Eropa. Sementara itu, Lithuania dalam sidang Brussel tetap bersikeras menentang perundingan tersebut. Meski demikian, sikap anti pati Lithuania tidak dapat menjadi penghalang perundingan Uni Eropa dan Rusia. Akan tetapi dari sisi politik, friksi internal antaranggota Uni Eropa menjadi catatan tersendiri.

 

Sederet masalah seperti perluasan wilayah Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), penempatan sistem anti-rudal AS di Eropa Timur, kemerdekaan Kosovo, serta hubungan Ossetia Selatan dan Abkhazia dengan Rusia, adalah di antara kendala-kendala serius antara Rusia dan Uni Eropa, yang membuat kedua pihak tidak dapat menyelesaikan berbagai masalah sejak runtuhnya Uni Soviet hingga kini. Meski demikian, Uni Eropa dan Rusia tidak dapat mengesampingkan kepentingan masing-masing. Sebab, Rusia masih diakui sebagai negara adidaya di sektor militer dan nuklir. Tentu saja, pengucilan terhadap Rusia sama halnya dengan instabilitas di Uni Eropa. Selain itu, Rusia juga memasok 40 persen kebutuhan energi Eropa.

 

Di tengah kondisi seperti ini, Eropa cenderung menyelesaikan berbagai masalah malalui perundingan dengan Rusia. Ini merupakan satu-satunya jalan yang harus ditempuh oleh Uni Eropa. Sementara itu, Uni Eropa adalah mitra bisnis terbesar bagi Rusia. Dengan menjalin hubungan dengan Uni Eropa, Moskow berupaya memainkan peran penting dalam perimbangan internasional di benua Eropa.

 

Memperhatikan peta politik tersebut, para pemimpin tinggi Rusia dan Uni Eropa tidak mempunyai solusi lain kecuali melakukan perundingan, yang menurut rencana akan digelar di Perancis, tanggal 14 November. Perundingan tersebut akan membahas krisis keuangan global menjelang pelaksanaan sidang kelompok 20 di Washington.

 

Pada intinya, Rusia dan Uni Eropa berupaya akan menjaga kepentingan masing-masing, mengingat kedua pihak saling membutuhkan satu sama lain. Tentunya, perkembangan hubungan antara Rusia dan Uni Eropa bergantung pada konsensus 27 negara anggota organisasi ini.

 



Berapakah Usia Aishah Saat Dinikahi Rasulullah Saww?
November 11, 2008, 7:58 am
Filed under: Kajian

Berapa Usia Aisha Ketika Dinikahi oleh Rasulullah?

 

Seorang teman kristen suatu kali bertanya kepada saya, “Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?” Saya terdiam.Dia melanjutkan, “Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?” Saya katakan padanya, “Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini.” Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.

Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah.

Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu.

Nabi merupakan manusia tauladan, Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya. Bagaimaanpun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.

Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi- oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.

Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.

Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya.

Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisham ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.

Bukti #1: Pengujian Terhadap Sumber

Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak
ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini. Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.

Tehzibu’l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : “Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq ” (Tehzi’bu’l- tehzi’b, Ibn Hajar Al-`asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ” Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tehzi’b u’l-tehzi’b, IbnHajar Al- `asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu’l-ai` tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: “Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu’l-ai` tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu’ l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak
kredibel.

KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:

Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

Bukti #2: Meminang

Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.

Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: “Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya ” (Tarikhu’l-umam wa’l-mamlu’k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).

Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah

Menurut Ibn Hajar, “Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah” (Al-isabah fi tamyizi’l-sahabah, Ibn Hajar al- Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l- Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978) .

Jika Statement Ibn Hajar adalah factual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.

Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma’

Menurut Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d: “Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la’ma’l-nubala’ , Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’ l-risalah, Beirut, 1992).

Menurut Ibn Kathir: “Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: “Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa’l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: “Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu’l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani, p. 654, Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).

Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.

Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda’l-Rahman ibn abi zanna’d, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.

Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?

KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab karahiyati’l- isti`anah fi’l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: “ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.

Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu’l-jihad wa’l-siyar, Bab Ghazwi’l-nisa’ wa qitalihinnama` a’lrijal) : “Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu’l-maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’ b): “Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”

Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)

Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: “Saya seorang gadis muda(jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, Kitabu’l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).

Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon).

Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.

KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.

Bukti #7: Terminologi bahasa Arab

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: “Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.

Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.

Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin”. Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah “wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

Bukti #8. Text Qur’an

Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?

Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.

Ayat tersebut mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin.

Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6)

Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.

Disini, ayat Qur’an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.

Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.

Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,” berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol besar.

Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?

Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.

KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

Bukti #9: Ijin dalam pernikahan

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.

Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.

Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.

Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.

Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.

Note: The Ancient Myth Exposed
By T.O. Shanavas , di Michigan.
(c) 2001 Minaret
from The Minaret Source: http://www.iiie. net/node/ 58

 

http://Budhiana. blogspot. com
http://Menulisituas yik.com
http://karikatut. blogspot. com



Iran: Perubahan AS Harus Jadi Acuan Strategi, Bukan Taktik
November 10, 2008, 12:15 pm
Filed under: Politik

Ketua Parlemen Republik Islam Iran, Ali Larijani, di hadapan para wartawan, hari Ahad, menyatakan bahwa masyarakat internasional mengharapkan Obama dapat mengubah kekeliruan-kekeliruan AS. Larijani menyebut hasil pemilu AS dengan kemenangan Barack Obama sebagai suara untuk slogan perubahan politik di AS. Dikatakannya, “Jika Obama mereaksi positif suara para pemilihnya, ia harus memperhatikan secara detail kondisi kawasan dan kekeliruan-kekeliruan Washington.”

 

Menurut para pengamat politik, menelaah kembali faktor dan sumber problema AS bukan lah sebuah pilihan, tapi sebuah keharusan bagi Obama. Problema AS dari sisi kebijakan luar negeri dapat dilihat dari kegagalan strategi Timur Tengah Besar versi Presiden George Bush yang kini dihadapkan pada jalan buntu di Irak dan Afghanistan. Pada saat yang sama, perkembangan Timur Tengah mencerminkan politik standar ganda AS di kancah internasional. Fenomena itu sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat dunia.

 

Mengingat kebijakan buruk AS di Timur Tengah, slogan perubahan yang digemborkan Obama dalam kampanyenya  sangatlah tepat bagi masyarakat AS. Hal itulah yang membuat warga negara ini melirik Obama ketimbang rivalnya, John McCain. Warga AS menghendaki perubahan mendasar kebijakan dalam dan luar negeri Washington. Suara yang diberikan kepada Obama dapat diartikan sebagai refleksi tuntutan rakyat AS.

 

Terlepas dari itu semua, siapapun yang menjadi presiden AS, baik dari Partai Demokrat maupun Partai Republik, menyadari bahwa jalan yang ditempuh pemerintahan saat ini akan menghantarkan AS ke arah kegagalan. Pada dasarnya, jalan buntu tersebut dapat dikatakan sebagai kegagalan unilateralisme AS di kancah internasional. Berdasarkan pengalaman tersebut, Obama diharapkan akan mengendalikan pemerintahan AS dengan mengambil kebijakan-kebijakan baru.

 

Sementara itu, para pengamat politik berpendapat, pengalaman sebelumnya membuktikan bahwa kebijakan luar negeri Partai Demokrat dan Partai Republik tidak mempunyai perbedaan mendasar. Perubahan mungkin dapat dirasakan pada kebijakan dalam negeri, sedangkan kebijakan luar negeri dua partai besar AS dapat diumpamakan dengan setali tiga uang.

 

Mengingat problema dan krisis AS yang mendunia, kebijakan luar negeri AS diharapkan dapat berubah sesuai dengan tuntutan realita. Dengan demikian, perubahan kebijakan luar negeri dapat dikatakan sebagai tuntutan yang sudah diprediksikan. Sebab, Gedung Putih tidak mempunyai jalan lain kecuali mengubah kebijakan luar negerinya.

 

Meski analisa ini tidak terbatas pada Obama saja , tapi apakah presiden Afro-Amerika ini dapat menggunakan peluang itu dengan baik? Pada dasarnya, pernyataan Ketua Parlemen Iran, Ali Larijani, terkait kebijakan luar negeri AS mengisyaratkan kendala-kendala  AS yang  merupakan ulah para pejabat AS sendiri. Jika kebijakan-kebijakan luar negeri AS ditelaah kembali secara detail, akan disimpulkan bahwa perubahan strategi harus menjadi acuan kebijakan negara ini. Dengan demikian, perubahan kebijakan AS tidak sebatas taktik atauk kosmetik semata. Bisakah Obama melakukannya?!!!  



Persiapan Irak Jelang Pemilihan Dewan-Dewan Provinsi
November 10, 2008, 12:12 pm
Filed under: Politik

Komisi Tinggi Pemilu Irak menentukan waktu pelaksanaan pemilihan dewan-dewan provinsi Irak pada tanggal 31 Januari 2009. Selain tiga provinsi di Kurdistan dan Provinsi Tamim yang berpusat di Kirkuk, pemilihan dewan-dewan provinsi akan digelar secara serentak di 14 provinsi Irak. Qasem Al-Aboudi, seorang pejabat Komisi Tinggi Pemilu Irak mengatakan, “Kampanye pemilu akan digelar dari akhir bulan ini atau awal bulan depan hingga dua bulan kemudian.”

 

Pendaftaran kandidat pemilihan dewan-dewan provinsi di Irak sudah dimulai sejak satu bulan lalu. Berdasarkan data yang diumumkan Komisi Tinggi Pemilihan Irak, 401 organisasi, hingga kini, mendaftarkan nama mereka untuk ikut serta dalam pemilihan dewan-dewan provinsi di negara ini. 36 organisasi politik terdaftar sebagai kelompok-kelompok aliansi, sedangkan 365 lainnya tercantum sebagai kelompok-kelompok independen.

 

Dalam beberapa pekan terakhir ini, para marja dan pemimpin kelompok-kelompok politik Irak secara kompak mengajak masyarakat setempat untuk berpartisipasi dalam pemilihan dewan-dewan provinsi dan menekankan pentingnya pelaksanaan pemilihan tersebut.

 

Di tengah persiapan pemilihan dewan-dewan provinsi di Irak, sejumlah kelompok Kristen memprotes masalah penghapusan butir ke-50 undang-undang pemilihan yang isinya menjelaskan jatah minoritas. Ayatollah Sistani, marja Syiah di Irak, mengingatkan para pejabat Irak supaya menjaga hak-hak kelompok minoritas dalam undang-undang pemilu di Irak.

 

Terkait hal ini, Perdana Menteri Irak, Nouri Maliki, menjanjikan pelaksanaan pemilihan dewan-dewan provinsi di Irak secara damai dan aman dengan memperhatikan hak seluruh kelompok politik,agama dan suku.

 

Saat ini, upaya para pejabat dan para pemimpin politik terfokus pada persiapan pemilihan yang melibatkan seluruh kelompok di negeri ini. Sejumlah kelompok Ahlu Sunnah pada pemilihan sebelumnya telah melakukan aksi boikot. Namun pada pemilihan kali ini, sederet indikasi menunjukkan bahwa mereka akan ikut meramaikan pemilihan dewan-dewan provinsi Irak.

 

Kesiapan kelompok-kelompok politik untuk berpartisipasi dalam pemilihan dewan-dewan provinsi Irak mencerminkan kesadaran rakyat negeri atas pentingnya peningkatan proses pembangunan politik bagi seluruh warga Irak. Kondisi politik Irak yang membaik diharapkan dapat menumumbuhkan solidaritas bangsa ini yang lebih tangguh, sehingga pasukan pendudukan tidak mempunyai alasan untuk bercokol di negeri kaya minyak ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pasukan pendudukan di Irak adalah penyebab utama instabilitas di negeri Kisah 1001 Malam.



Kritikan Nouri Maliki Soal UUD Irak
November 10, 2008, 12:10 pm
Filed under: Politik

Perdana Menteri Irak, Nouri Maliki, menyatakan bahwa undang-undang dasar Irak penuh dengan kontradiksi dan ketidakjelasan. Maliki dalam sebuah konferensi yang digelar di Baghdad mengatakan, “Undang-undang dasar Irak, dari satu sisi, menjelaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab menjaga kedaulatan dan konstitusi negara ini. Akan tetapi dari sisi lain, undang-undang dasar negara ini pada pasal kelayakan pengambilan keputusan menyatakan bahwa provinsi dan wilayah-wilayah fideral mempunyai prioritas kelayakan mengambil keputusan di kawasan masing-masing.”

Maliki mengatakan, “Kelayakan harus dijelaskan secara gamblang dan transparan dalam undang-undang dasar negara ini.” Ditambahkannya, “Kelayakan pengambilan keputusan oleh pemerintah pusat harus mempunyai lingkup lebih luas dari wilayah-wilayah federal. Penandatanganan kontrak perdagangan dengan perusahaan-perusahaan asing adalah di antara wewenang pemerintah pusat, bukan wilayah federal.” Sebelumnya, sejumlah kelompok politik Irak, khususnya kelompok Ahlu Sunnah negara ini mengkritik pasal-pasal mengenai status federal di negara ini. Mereka juga menuntut pasal-pasal tersebut supaya direvisi.

Namun kali ini, kritikan tersebut tidak muncul dari mereka. Perdana Menteri Irak juga mengkritik undang-undang dasar negara ini. Kritikan terhadap poin-poin abstrak dalam undang-undang dasar Irak disampaikan oleh Nouri Maliki untuk pertama kalinnya. Pernyataan Maliki itu merupakan hasil pengalamannya setelah bertanggung jawab melaksanakan konstitusi negara ini selama tiga tahun terakhir ini.

Pengurangan wewenang pemerintah pusat Irak merupakan kebijakan pemerintah negara ini. Dalam undang-undang dasar negara ini disebutkan provinsi dan wilayah-wilayah federal didefinisikan sedemikian rupa, sehingga kawasan-kawasan itu mempunyai wewenang yang luas. Namun pada saat yang sama, masalah-masalah seperti keamanan nasional, kebijakan luar negeri dan pertahanan serta kontrak-kontrak perdagangan dengan perusahaan asing harus diserahkan ke pemerintah pusat. Menurut Maliki, kelayakan pengambilan keputusan masalah-masalah tersebut adalah wewenang penuh pemerintahan pusat. Untuk itu, wilayah-wilayah federal harus mengikuti kebijakan pusat dalam masalah-masalah itu.

Para pengamat politik Irak mengatakan, kritikan Maliki itu ditujukan pada kinerja wilayah Kurdistan. Para pejabat wilayah Kurdistan diyakini mengambil langkah-langkah yang melampui batas ketetapan undang-undang dasar negara ini. Tentu saja, kebijakan mereka dikritik oleh para pejabat pemerintah pusat Irak.

Kontrak-kontrak dengan perusahaan asing yang dilakukan oleh Kurdistan dinilai sebagai kendala serius bagi pemerintah pusat Irak. Selain itu, terdapat sederet friksi yang cukup tajam antara Kurdistan dan pemerintah pusat Irak dalam beberapa tahun terakhir ini. Masalah bendera nasional, anggaran tahunan, dan kelompok Pishmargeh Kurdistan adalah di antara hal-hal yang diperdebatkan kedua pihak.

Mengingat fenomena politik dalam negeri Irak, pernyataan Maliki mengenai poin-poin kontradiktif dalam undang-undang dasar telah memperkuat posisi kelompok-kelompok politik yang jauh-jauh hari menghendaki revisi konstitusi negara ini. Meski revisi besar-besaran sangat sulit dilakukan, tapi kritikan atas poin-poin undang-undang dasar yang dilontarkan oleh pejabat tertinggi di badan eksekutif negara ini dapat berdampak pada melebarnya tuntutan revisi atas pasal-pasal kontroversial yang tertuang dalam undang-undang dasar negara ini.

 



Berlanjutnya Represi Terhadap Ikhwanul Muslimin
November 10, 2008, 12:06 pm
Filed under: Politik

Polisi Mesir terus menangkap para anggota Ikhwanul Muslimin. Belum lama ini, 25 pendukung Ikhwanul Muslimin ditangkap polisi negara ini di Delta Nil. Pembela hukum kelompok Ikhwanul Muslimin, Abdul Munim Abdul Maqsoud, membenarkan penangkapan atas 25 pendukung kelompok Ikhwanul Muslimin, dan mengatakan, “Mereka yang ditangkap adalah warga biasa yang ingin bertemu dengan Farid Esmail, seorang anggota perlemen Mesir yang didukung kelompok Ikhwanul Muslimin.” Dikatakannya, para pendukung Ikhwanul Mulsimin ditangkap polisi setempat saat menyampaikan problema mereka kepada anggota parlemen tersebut.

Pemerintah Mesir menangkap para pendukung kelompok Ikhwanul Muslimin dengan tudingan melakukan tindakan anti-stabilitas dan keamanan di negeri ini. Namun pada faktanya, pemerintah Kairo tengah membatasi aktivitas kelompok Ikhwanul Muslimin.

Pada tahun 2005, para anggota parlemen yang didukung Ikhwanul Muslimin dapat menguasai seperlima kursi legislatif negara ini. Sejak tahun itu, pemerintah Kairo lebih merepresi kelompok Ikhwanul Muslimin. Para pejabat pemerintah sangat khawatir akan perkembangan dan popularitas Ikhawanul Muslimin di kampus-kampus. Pemerintah pun kehabisan akal untuk mencegah perkembangan Ikhwanul Muslimin di negara ini. Polisi pun dikerahkan untuk menangkapi para anggota Ikhwanul Muslimin.

Meski pemerintah Mesir membubarkan kelompok Ikhwanul Muslimin pada tahun 1965, tapi pengaruh kelompok ini terus menyebar di seluruh negara ini. Pemerintah Kairo pun tidak mempunyai jalan lain kecuali menunjukkan sikap toleransi terhadap kelompok ini.

Kelompok Ikhwanul Muslimin melakukan aktivitas sosial di kalangan kelas menengah dan bawah. Dengan cara itu, kelompok ini mempunyai pengaruh yang luar biasa. Selain itu, posisi spesial Ikhwanul Muslimin di kalangan kelompok buruh dan mahasiswa mendongkrak popularitas kelompok ini di negeri Piramida.

Di tengah kondisi seperti ini, pemerintah Mesir selain meletakkan undang-undang yang berfungsi membatasi aktivitas partai-partai, juga melontarkan serangkaian tudingan yang tak berdasar terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin. Melalui cara ini, pemerintah setempat melakukan penangkapan besar-besaran atas para anggota dan pendukung kelompok Islam yang tertua di negeri Piramida ini.

Sementara itu, hasil pemilihan parlemen pada tahun 2005 yang pada akhirnya, 88 kursi dapat diraih oleh para wakil dukungan Ikhwanul Muslimin, menunjukkan arah dan kecenderungan sebenarnya masyarakat Mesir, meski mereka ditekan oleh pemerintah negara ini.



Ade Armando Jengkel
November 8, 2008, 1:10 pm
Filed under: Budaya

In jurnalisme@yahoogro ups.com, Muhammad Imansyah <imansyah@.. .> wrote:

 to all khususnya bang ade armando,
 
 terus terang, saya ingin tahu apakah kesenian rakyat seperti ini:
 http://www.youtube. com/watch? v=DzjC8kke2y4
 akan terjerat uup?
 
 adakah teman-teman lain yang ingin memberi komentar?
 
 salam,
 iman
 p.s. mohon ditonton sampai tuntas

 

Ade Armando menjawab:

 

Iman yang baik.
Saya nggak mengerti mengapa Anda mempertanyakan klip itu? Tentu saja itu tidak akan dilarang. SAYA ULANG, YANG DILARANG ITU ADALAH PENGGAMBARAN EKSPLISIT:

1. ADEGAN PERSENGGAMAAN
2. KETELANJANGAN
3. MASTURBASI
4. KEKERASAN SEKSUAL
5. ALAT KELAMIN
6. PORNOGRAFI ANAK.

melalui media komunikasi dan pertunjukan di muka umum.

Jadi UUP tidak akan melarang pertunjukan itu karena tak ada satupun elemen di atas yang terlihat dalam pertunjukan itu. Tapi, UUP menyatakan bahwa pertunjukan semacam itu akan diatur melalui peraturan pemerintah.

ade armando



Catatan Pinggir GM Vs Ade Armando
November 8, 2008, 12:58 pm
Filed under: Budaya

Connie

Senin, 03 November 2008

 

Tubuh bisa membuat getar, tapi juga gentar, seperti lautan.

Saya ingat satu pasase dalam Lady Chatterley’s Lover: perempuan itu mengalami ajaibnya gairah dalam persetubuhan. Dalam pagutan berahi kekasihnya, ia merasa diri ”laut”. Ia deru dan debur, samudra dengan gelombang gemuruh yang tak kunjung putus. ”Ah, jauh di bawah, palung-palung terkuak, bergulung, terbelah….”

Apa yang masuk menyusup ke dalam dirinya ia rasakan kian lama kian dalam. Bertambah berat empasan, bertambah jauh pula ia jadi segara yang berguncang sampai di sebuah pantai. Baru di sini deru reda, laut lenyap. ”Ia hilang, ia tak ada, dan ia dilahirkan: seorang perempuan.”

Saya tak sanggup menerjemahkan seluruh pasase ini. Di sini D.H. Lawrence sungguh piawai: ia uraikan suasana erotik dalam novelnya dalam kalimat dengan ritme yang naik-turun, membawa kita masuk ke paduan imaji-imaji yang, seperti gerak laut, tak putus-putus, berulang-ulang….

Agaknya Lawrence, seperti kita semua, harus mengerahkan seluruh kemampuan bahasa untuk menggambarkan sesuatu yang tak mungkin tergambarkan: pengalaman tubuh ketika kata belum siap, gejolak zat-zat badan ketika bahasa belum menemukan pikiran.

Seorang sastrawan memang selalu dirundung oleh bahasa yang ingin ekspresif tapi juga ingin komunikatif—dua dorongan yang sebenarnya bertolak belakang. Yang pertama dituntut untuk mengungkapkan langsung apa yang berkecamuk di lubuk kesadaran, yang tak selamanya jelas dan urut. Yang kedua diminta agar berarti: sesuai dengan kesepakatan sosial dan membawa hasil.

Lawrence mampu menggabung kedua dorongan itu di bagian yang dikutip tadi, tapi bagi saya sebagai novel Lady Chatterley’s Lover terasa lebih digerakkan keinginan untuk menyatakan sebuah pendirian. Kalimatnya lebih komunikatif ketimbang ekspresif. Pertautannya dengan bahasa (untuk tak menyebut ketaatannya pada pesan dan tema) berbeda dengan misalnya Cala Ubi Nukila Amal atau Menggarami Burung Terbang Sitok Srengenge, dua novel yang, dengan bahasa yang puitik, tak hendak mengubah pandangan kita tentang hal-ihwal.

Lady Chatterley’s Lover memang sebuah kritik sosial; ia hendak meyakinkan kita tentang muramnya masyarakat Inggris sehabis perang pada 1920-an. ”Zaman kita pada hakikatnya zaman yang tragis, maka kita menolak untuk menyikapinya dengan tragis,” begitulah novel ini dimulai. ”Kita ada di tengah puing, kita mulai membangun habitat baru kecil-kecilan, untuk mendapatkan harap baru sedikit-sedikit.”

Dalam novel itu, puing itu sampai ke pedalaman. Masyarakat terjebak lapisan-lapisan kelas, dan industrialisasi yang mulai merasuk, juga peran uang, membuatnya lebih buruk.

Kritik novel ini tersirat dalam tokoh Constance Chatterley. Ia kawin dengan Sir Clifford, tuan tanah dan bangsawan pemilik tambang. Lelaki ini luka dalam perang. Ia bukan saja lumpuh, juga impoten, dan hanya menunjukkan kelebihannya bila ia mulai memimpin bisnisnya. Tampaknya perang, industrialisasi, kapitalisme—dan patriarki—menebarkan racunnya dan membuat hidup perempuan itu, Lady Constance (”Connie”), terpojok. Kesepian, bosan, hampa, dan tertindas, ia akhirnya menemukan kembali gairah hidup sebagai perempuan ketika ia disetubuhi Melleors, game keeper Sir Clifford, lelaki yang tinggal menyendiri di sebuah gubuk di tanah luas itu, mengurusi burung-burung yang esok pagi akan dilepaskan terbang untuk jadi sasaran tembak sang majikan.

Connie hamil dari hubungan gelap itu. Tapi ia tak takut. Ia memang menghendaki seorang anak, meskipun percintaannya dengan lelaki kelas bawah itu bukan dimaksudkannya hanya untuk beroleh keturunan. ”Aku bukan hendak memperalatmu,” bisiknya di tempat tidur. Mereka saling mencintai. Pada akhirnya Connie meminta cerai dari Sir Clifford, tapi ditampik. Kisah ini selesai seperti tak selesai: Connie dan Melleors menanti.

Agaknya apa selanjutnya tak penting lagi: protes sudah disampaikan, bahkan dijalani dengan perbuatan, dan tak seorang pun dihukum. ”Bukan salah perempuan, bukan salah percintaan, bukan salah seks,” begitulah novel ini bicara. ”Kesalahan itu di sana, di luar sana, dalam sinar keji cahaya listrik dan gemeretak iblis mesin-mesin. Di sana, di dunia di mana kerakusan bergerak seperti mesin… dan kerakusan menghasilkan mesin… di sanalah terhampar mala yang luas itu, siap untuk menghancurkan apa saja yang tak mau menyesuaikan diri. Ia akan segera menghancurkan hutan, dan bunga kecubung ini tak akan bersemi lagi.”

Dibaca pada awal abad ke-21, protes seperti ini—ketika yang erotik, yang lemah, dan yang halus dalam diri manusia diancam dunia modern—tak mengejutkan lagi. Bahkan bahasa Lawrence juga segaris dengan kehendak dunia modern yang ditentangnya, yang serba mengutamakan pikiran dan hasil, bukan persentuhan yang melibatkan tubuh dalam pengalaman. Tapi juga ketika dibaca pada awal abad ke-20: Lady Chatterley’s Lover hanya dianggap karya pornografis. Ditolak di mana-mana, pada1928, hanya seorang penerbit Italia yang menerimanya; ia tak begitu paham bahasa Inggris.

Dengan segera novel ini laris dan dikejar-kejar. Yang paling ramai di AS, dengan warisan puritanisme Kristen yang awet dan semangat kapitalisme yang, seperti digambarkan Lawrence, ”rakus… seperti mesin” itu, yang melihat tubuh perlu berdisiplin baja dan gairah seks sebagai ”dosa”, yakni energi yang tak produktif.

Maka pemilik toko buku yang menjual Lady Chatterley’s Lover pun dibui, kantor pos menolak mengirimkan novel itu, dan Presiden Eisenhower menganggapnya bacaan yang ”dreadful”. Baru pada akhir 1950-an pengadilan menganggap karya itu tak pornografis.

Anehkah bila bertemu agama dan kapitalisme, juga komunisme, yang rezim-rezimnya melarang Lady Chatterley’s Lover? Tidak. Bagi mereka, tubuh kita hanya penting sepanjang bisa dibuat berguna bagi yang mahakuasa, apa pun namanya.

Goenawan Mohamad

Naskah ini pernah dimuat di Tempo edisi 26 Maret 2006

 

Kemudian apa komentar Ade Armando mengenai catatan pinggir GM yang secara implisit menyentil UU Pornografi….

Ade  Aramondo dalam emailnya di milis jurnalis bilang;

Saya rasa Gunawan Muhammad akan berubah pikiran soal pornografi kalau saja dia mau menyempatkan diri menyaksikan media porno yang banyakdijual di Glodok.Anda tidak perlu menjadi seorang santri untuk marah melihat VCD yang
menampilkan kartun Jepang yang menyajikan adegan seorang anak perempuan diperkosa rame-rame oleh teman-temannya, atau klip video yang mendokumentasikan bagaimana seorang remaja putri dengan seragam putih abu-abu diperkosa teman-temannya, atau DVD yang menampilkan adegan seorang perempuan harus bersetubuh dengan anjing dsb. dsb.

Kalau saja yang ada di pasar hanyalah Lady Chatterley’s Lover, nggak ada yang perlu dipersoalkan. Masalahnya, yang beredar melalui beragam media yang semakin murah bukan cuma itu.

ade armando



Obama; Antara Janji dan Realita
November 8, 2008, 12:38 pm
Filed under: Politik

Barack Obama, akhirnya, terpilih menjadi presiden ke-44 AS di tengah badai krisis finansial yang melanda negara adidaya itu. Dalam kondisi seperti ini, Obama menyatakan akan memprioritaskan penanganan krisis ekonomi dalam pemerintahannya. Dalam konferesi pers perdana setelah dipastikan menang dalam pemilihan presiden AS, Obama mengatakan, “Mengesampingkan masalah partai, politik dan bekerjasama dengan pihak lain adalah prasyarat utama untuk menyelesaikan problema dan krisis saat ini yang menimpa AS.” Presiden terpilih AS itu juga mengakui bahwa krisis saat ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat.

 

Pernyataan Obama itu disampaikan bersamaan dengan dipublikasikannya data baru pengangguran di negara ini. Berdasarkan data terbaru Departemen Tenaga Kerja AS, tingkat pengangguran di negara ini meningkat hingga sepuluh juta warga. Data itu menunjukkan angka tertinggi sejak tahun 1994. Sejumlah analisa menyebutkan bahwa tingkat pengangguran yang terus meningkat disebabkan hilangnya peluang kerja dalam beberapa bulan terakhir ini. Sebagian besar para pakar ekonomi memperingatkan bahwa AS akan dihadapkan pada gelombang besar pengangguran dan matinya industri bila krisis di Wall Street menjalar ke sektor produksi.

 

Di tengah kondisi seperti ini, jabatan presiden AS bagi Obama dan Partai Demokrat sangatlah sulit. Bahkan para pengamat politik mengatakan, realita pahit krisis ekonomi di negeri ini akan lebih nampak setelah hiruk pikuk kemenangan Obama mereda. Terlebih, para kandidat presiden AS dalam kampanye pemilu tahun ini bersaing sedemikian rupa sehingga harapan pada presiden mendatang AS telah mencapai puncaknya. Obama dalam kampanyenya hingga menjelang pelaksanaan pemilihan presiden, terus menjanjikan perubahan politik dalam dan luar negeri AS. Slogan perubahan inilah yang menyedot jutaaan warga AS untuk mendukung Partai Demokrat yang kemudian menghantarkan Obama ke Gedung Putih.

 

Namun setelah pelaksanaan pemilihan presiden, Obama kini membutuhkan dana yang besar dan waktu yang panjang untuk melakukan perubahan kebijakan, khususnya penangangan krisis di negeri ini. Sementara itu, dana tidak tersedia di kas negara. Kini, Obama dihadapkan pada defisit bujet ribuan milyar dolar, penurunan neraca perdagangan 800 milyar dolar AS dan hutang negara sebesar 11 trilyun dolar AS.

 

Para pengamat ekonomi berpendapat bahwa program penyelamatan ekonomi 700 milyar dolar AS tidak dapat mengakhiri krisis ekonomi terberat dalam 80 tahun terakahir ini. Berlanjutnya proses anjloknya saham Wall Street setelah ratifikasi dana penyelamatan ekonomi 700 milyar dolar AS mencerminkan fakta yang ada. Ternyata, kucuran dana sebesar itu belum bisa menyelesaikan problema ekonomi negara ini.

 

Di tengah kondisi sulit seperti ini, mampukah Obama menghadirkan janji-janjinya semasa kampanye, Change We Can Believe ?!!!